Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Uin Suska Riau sebagai unit pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) berhasil meraih penghargaan peringkat madya sekaligus menjadikan UIN Suska Riau sebagai Perguruan Tinggi Responsif Gender (PTRG). Hal ini dilakukan untuk mewujudkan Perguruan Tinggi Responsif Gender (PTRG), maka Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Ditjen Pendidikan Islam menyelenggarakan PTRG Award sebagai bagian dari Konferensi PSGA II yang dilaksanakan pada hari Selasa, 15 November 2022 di UIN Raden Fatah Palembang.
Konferensi ini didesain sebagai ruang perjumpaan dan forum berbagi para pemangku kebijakan dan kepentingan terkait upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Sehingga, kegiatan yang dilaksanakan tak terbatas pada diskusi ilmiah akademik, tetapi juga menfasilitasi terdokumentasinya best practice dan pengalaman dalam mendorong lahirnya kebijakan, upaya implementasi, pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual. Tujuannya adalah untuk merawat keberlanjutan perjuangan keadilan dan kesetaran gender, sebagai wahana curah gagasan, kolaborasi, dan menunjukkan karya nyata yang telah dilakukan oleh PSGA baik di dalam maupun di luar kampus. Pemikiran, gagasan dan karya-kara nyata para aktivis gender dan anak diwujudkan dalam bentuk arikel ilmiah yang memiliki kebaharuan (novelty), orisinalitas, dan belum pernah publikasikan.
Luaran dari kegiatan ini di antaranya adalah terdesiminasinya pemikiran, ide, dan karya-karya nyata pengabdian kepada masyarakat serta terdokumentasinya berbagai arikel/makalah melalui prosiding, jurnal, dan publikasi ilmiah lainnya. Secara umum rangkaian kegiatan konferensi terdiri dari 4 (empat) kegiatan yaitu konferensi dan seminar (general session, panel session, parallel session (call for paper), seminar nasional, peserta), Forum Rektor, Perguruan Tinggi Rerponsif Gender (PTRG)Award, dan Galeri PSGA. Adapun terdapat 7 lndikator Penilaian Kategori yaitu:
- Kelembagaan yang diukur dari a) Ketersediaan mekanisme pemilihan kepala PSGA dan pengelolanya; b) Memiliki kebijakan Pengarus Utamaan Gender (PUG) dalam bentuk SK Rektor; c) Ketersediaan dokumen prof gender; d) Memiliki Focal Point Gender yang di SK-an; dan e) Ketersediaan dokumen kebijakan responsive gender dalam RIP/Renstra/Renop/Perkin/lKU.
- Pendidikan dan Pengajaran, dinilai dari: a) Kebijakan pendidikan dan pengajaran yang responsive gender dalam bentuk kurikulum; b) Ketersediaan RPS yang responsive gender; dan c) Ketersediaan Buku ajar responsive gender.
- Penelitian Responsif Gender, yaitu: a) Memiliki Kebijakan Penelitian Kepada Masyarakat Responsif Gender dan Sosial inklusi yang teruang dalam Pedoman dan/atau Juknis Penelitian pada masyarakat. b) Peningkatan Jumlah Penelitian responsif gender dan sosial inklusi selama 3 tahun terakhir c) Memiliki tema-tema gender yang diintegrasikan pada program Penelitian kepada masyarakat.
- Pengabdian, pemberdayaan pada masyarakat dan advokasi yaitu:
a) Memiliki Kebijakan Pengabdian Kepada Masyarakat Responsif Gender dan Sosial inklusi yang teruang dalam Pedoman dan/atau Juknis pengabdian pada masyarakat. b) Peningkatan Jumlah pengabdian responsif gender dan sosial inklusi selama 3 tahun terakhir c) Memiliki tema-tema gender yang diintegrasikan pada program pengabdian kepada masyarakat. d) Memiliki rekam jejak berparisipasi dalam advokasi kebijakan baik di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota dan/atau Kecamatan.
5. Tata Kelola dan PPRG(Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender), adapun lndikator Tata Kelola: a) Memiliki kebijakan yang mengafrmasi keterakilan perempuan dan laki-laki b) Memiliki kebijakan yang memperhatikan hak laki-laki dan perempuan dan kelompok difabel c) Memiliki fasilitas umum Perguruan Tinggi Responsif Gender, d) Melaksanakan penetapan kebijakan penganggaran bagi program dan kegiatan yang responsif gender, e) Memiliki kerjasama dengan instansi pemerintah yang menunjang implementasi PTRG f) Memiliki kerjasama dengan komunitas dan atau NGO yang menunjang implementasi PTRG.
6. Budaya Nir Kekerasan Seksual dalam Pencegahan lndikator: a) Memiliki mekanisme pencegahan kasus kekerasan seksual yang teruang dalam bentuk kebijakan berupa Pedoman, SOP, dan/atau kode etik. b) Mengintegrasikan isu kekerasan seksual dalam kurikulum dan pembelajaran c) Menerapkan pakta integritas anti kekerasan seksual di perguruan Tinggi d) Melaksanakan program sosialisasi melalui berbagai kegiatan.
7. Budaya Nir Kekerasan Seksual dalam Penanganan a) Memiliki mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual yang teruang dalam bentuk kebijakan berupa Pedoman, SOP, dan/atau kode etik. b) Memiliki Unit Layanan Terpadu: Kantor, SDM c) Memiliki focal point kekerasan seksual d) Memiliki data pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.